Dr. Adjat Wiratma, S.H., M.Pd Pemimpin Redaksi
SETIAP tahun, Hari Bhayangkara diperingati sebagai momen refleksi peran Polri dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Muncul pertanyaan, apakah penindakan dalam usaha penegakan hukum saja cukup? Ataukah kini saatnya kepolisian mengambil peran lebih banyak pada pendekatan edukatif sebagai pilar utama dalam mencegah kriminalitas.
Tindak kejahatan tidak lahir tiba-tiba. Kejahatan tumbuh dari akar persoalan struktural yakni ketimpangan sosial, ketidaktahuan hukum, hingga kegagalan membangun karakter sejak dini. Di sinilah pendidikan mengambil peran strategis, bukan hanya sebagai media transfer pengetahuan, tetapi sebagai sarana pembentukan kesadaran hukum dan nilai moral.
Program Polisi Sahabat Anak atau Polisi Masuk Sekolah telah berjalan di berbagai daerah. Tujuannya mendekatkan polisi dengan siswa, memberi pemahaman tentang hukum, serta menanamkan rasa aman. Sudahkah program ini benar-benar mendidik, atau hanya menjadi seremoni tanpa keberlanjutan. Penting diingat pendidikan hukum di sekolah hanya efektif jika dibangun dengan pendekatan dialogis, bukan otoritatif, diberikan oleh petugas yang memiliki kemampuan pedagogis dan empati. Serta diintegrasikan dengan kurikulum karakter dan bimbingan konseling.
Pendidikan Anti-Bullying, Mencegah Kekerasan dari Akar
Perundungan (bullying) bukan sekadar kenakalan anak. Ini adalah bentuk kekerasan yang kerap dianggap remeh namun berdampak panjang, bahkan traumatis. Jika kita serius ingin mencegah perundungan, maka pendekatannya harus sistemik, bukan hanya mengatur apa yang tidak boleh dilakukan, tapi mengapa hal itu tidak boleh terjadi dan bagaimana dampaknya dalam kacamata hukum dan kemanusiaan. Di sinilah pentingnya pendidikan kesadaran hukum sejak usia dini.