Mediatamanews/Jakarta – Perhelatan debat calon presiden (Capres) pada 7 Januari 2024 masih menyisakan perbincangan di tengah masyarakat. Pusat kajian kebijakan publik, The Indonesian Institute (TII) pun mengungkapkan sejumlah catatan terhadap penyelenggaraan debat ketiga tersebut.
Peneliti bidang hukum TII Christina Clarissa Intania memaparkan beberapa catatannya terhadap kandidat dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam debat capres kala itu. Hal ini dipaparkan dalam program podcast TII yang bernama Ngobrol Kebijakan (Ngobi) ke-8, yang berjudul “Recap Debat Capres-Cawapres”.
Catatan pertama, pertanyaan yang dilontarkan kandidat tentang data pertahanan dan terkesan menyerang pribadi kandidat lain. Di sisi lain, dalam konteks debat, pertanyaan kritis yang pun terkait dengan pribadi (rekam jejak) kandidat harusnya dilihat sebagai dinamika debat biasa, selama masih dalam konteks topik debat terkait.
“Serangan terhadap pribadi dan bukan argumen yang disampaikan sendiri dikenal dengan istilah ‘logical fallacy ad hominem’. Istilah ini merujuk kesesatan berpikir yang bertujuan menurunkan elektabilitas lawan,” menurut Christina dalam pernyataan rilisnya, Jumat (12/1/2024).
Ia melanjutkan, terlepas dari impresi debat yang ditampilkan, masyarakat sedikit banyak terpengaruh. Para peserta debat seperti Prabowo sudah seharusnya dapat melihat substansi pertanyaan sebagai bentuk tantangan yang harus dijawab dengan baik, dengan “privilege” jabatan kelembagaan yang masih melekat padanya.
Hal lain yang disoroti oleh Christina dalam penyelenggaraan debat adalah jadwal acara, setting panggung yang tidak menyediakan podium, hingga durasi waktu bagi masing-masing kandidat dalam menyampaikan argumentasinya. Seharusnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat menyediakan tambahan durasi bagi masing-masing kandidat, mengingat kampanye hanya dilakukan dalam waktu 75 hari.
Sementara, Felia Primaresti, peneliti bidang politik TII, memberikan beberapa catatan penting termasuk dalam konteks penyelenggaraan. Menurutnya, KPU perlu memberikan aturan penting yang harus dipatuhi oleh para massa pendukung saat debat berlangsung. Felia juga mengatakan pentingnya masyarakat sipil menggunakan informasi tentang cek fakta untuk mengetahui keabsahan dari data yang digunakan oleh peserta debat.
Terakhir, Christina menutup podcast Ngobi ke-8 dengan menggarisbawahi pentingnya para peserta debat untuk mementingkan substansi dari isi gagasan yang lebih komprehensif untuk disampaikan dalam panggung debat. Selain itu, yang perlu diperhatikan oleh para peserta pemilu, terutama Capres, agar panggung debat tidak menjadi panggung saling menjatuhkan dan menjadi ajang untuk memberi informasi, terutama tentang visi dan misi, serta posisinya tentang beragam isu kebijakan kepada publik. (Faorick Pakpahan)