Jakarta | Mediatamanews – Sosok buruh gudang tani berhasil menjadi anggota Polri dia adalah bernama Hikmawansa, Pemuda asal Galesong, kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan ini tak pantang menyerah meski keadaan ekonimi sulit.
Namun Hikmawansa sedih, sang ayah tak bisa menyaksikannya dilantik menjadi polisi, sang Ibu langsung meneteskan air mata ketika melihat putranya sudah memakai seragam Polri.
Kisah buruh gudang tani berhasil mengejar mimpi menjadi anggota Polri viral di media sosial, ia berhasil mengejar mimpinya menjadi anggota Polri.
Di tengah keterbatasan ekonomi sebagai buruh gudang tani, Hikmawansa kini bisa menjalani pendidikan di Sekolah Polisi Negara (SPN) Batua.
Tentu tidak mudah bagi pria yang akrab disapa Wawan ini untuk dapat lolos menjadi Abdi Negara di Kepolisian.
Wawan adalah anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan Nawir Dg Nai dan Juliati, kedua orang tuanya merupakan petani padi yang hidup sederhana di kecamatan asal pejuang Karaeng Galesong itu, baginya pencapaiannya saat ini tidak ada artinya jika tanpa doa dari ibunda tercinta.
“Saya bersyukur kepada Allah SWT telah mengabulkan doa ibu saya, di mana tanpa doa ibu saya, saya tidak akan bisa berdiri tegar di sini,” ungkap Hikmawansa sambil menangis, dilansir dari Instagram @polisi_indonesia
Sehari-hari Wawan hanya bekerja sebagai buruh di gudang jagung membantu ibundanya, hal itu demi dilakukan demi menopang kebutuhan keluarga.
“Dari hasil itu saya tabung, sebagian untuk ibu saya dan untuk keperluan di rumah,” ungkapnya, duduk di bangku kelas dua SMA, Wawan yang bercita-cita sejak kecil menjadi polisi, pun mulai menabung setiap kali menjadi buruh angkut, ia mendapatkan upah Rp 50 ribu.
“Sampai sekarang masih ada itu celenganku, dari toples wafer. Pulang angkat jagung biasa dapat Rp 50 ribu,” ujar Wawan, hasil tabungan dari celengan toples wafer itu, pun dibuka Wawan saat mendaftar sebagai calon anggota Polri, hasil tabungannya itu digunakan demi biaya operasional saat mengurus berkas pendaftaran.
“Alhamdulillah pas saya buka waktu mau mendaftar ada Rp 2 juta lebih isinya, itulah yang saya pakai untuk urus-urus berkas,” ucapnya.
Di tengah kesederhanaannya, Wawan harus berjuang hidup gigih dan tekun setelah sang ayah meninggal dunia saat ia masih berusia 9 tahun.
Meski ditinggal sang ayah saat masih SD, tidak menyurutkan niat Wawan untuk menggapai cita-citanya.
Kebetuhan keluarga pun banyak dibantu oleh pendapatan dari sang kakak, kepergian sang ayah kala itu membuatnya sedih saat pertama kali menginjakkan kaki di SPN Batua.
Wawan kerap mengenang ayahnya yang menjadi idola hidupnya saat masuk ke sekolah kedinasan, di saat siswa lain diantar sang ayah, Wawan harus tegar masuk sekolah kedinasan tanpa sang ayah.

“Saat itu, saya menangis karena (siswa) yang lain diantar sama bapaknya waktu pertama masuk di sini (SPN), sementara saya hanya ditemani kakak,” ucap Wawan.
Sebelum beranjak kembali ke barak SPN Batua, Wawan menyempatkan diri berziarah ke makam ayahnya, Nawir Dg Nai, di depan pusara sang ayah, Wawan berurai air mata memanjat doa terbaik untuknya.
“Andaikan bapak saya masih ada, saya yakin dia bangga lihat saya seperti sekarang ini,” tuturnya, kesaksian Juliati, putranya itu memang memang punya tekad kuat menjadi polisi.
Tangis Juliati pecah saat melepas putranya dari rumah menuju SPN Batua setelah dinyatakan lolos.
“Dalam hati saya, kodong (kasihan) anakku, tidak adami bapaknya dampingi,” ucap Juliati.
Diketahui, sudah empat bulan lebih, Wawan bersama 286 siswa lainnya ditempa di sekolah kedinasan yang di Jl Urip Sumoharjo, Kota Makassar, tampak momen Hikmawansa datang memeluk sang ibunda dengan penuh derai air mata.
“Mudah-mudahan cepet selesai nak, dan dilantik menjadi polisi yang baik dan berbakti kepada masyarakat,” ungkap sang ibunda.
(Ian Rasya)