Mediatamanews – The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan eksistensi masyarakat adat terutama di sekitar pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Peneliti Bidang Hukum TII Christina Clarissa Intania menilai pengakuan masyarakat adat masih lambat, belum sejalan dengan cepatnya progres pembangunan IKN.
“Pembangunan IKN hingga saat ini berjalan progresif berdasarkan laporan dari Otorita. Namun, cepatnya pembangunan IKN ini belum diiringi juga dengan cepatnya pengakuan masyarakat adat sekitar area pembangunan IKN yang terdampak,” kata Christina dalam penjelasan tertulisnya, Jumat (5/1/2024).
Merujuk keterangan Ketua Satuan Tugas Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur IKN Danis H. Sumadilaga pada 22 Desember 2023, progres pembangunan IKN tahap pertama telah mencapai 62,65% dan tahap kedua mencapai 11%. Selanjutnya, pada Januari-Februari 2024 ini akan dimulai juga proyek dengan 15 investor swasta lainnya.
Christina melanjutkan, berdasarkan data yang dimiliki Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), hanya ada 12 wilayah adat di Kalimantan Timur yang sudah diakui oleh pemerintah, namun ini tidak termasuk yang berada di area IKN. “Berdasarkan data BRWA, ada delapan wilayah adat di sekitar area IKN sudah ada di data namun berstatus belum pengakuan. Ini juga belum menutupi kemungkinan wilayah adat lain yang belum didaftarkan,” singgungnya.
Ia berharap pemerintah berkomitmen serius untuk mempercepat pengakuan wilayah-wilayah adat di sekitar IKN demi memberikan perlindungan pada masyarakat adat di tengah pembangunan IKN yang berjalan cepat. Tempat tinggal dan kelangsungan hidup masyarakat adat akan semakin tidak pasti tanpa pengakuan dari negara.
“Jika pemerintah tidak bisa membuktikan IKN bisa hadir berdampingan dengan kehidupan masyarakat adat, hal ini akan sangat bertentangan dengan visi IKN yang ingin merepresentasikan keberagaman dan prinsip pembangunan dan pengembangan IKN yang diatur dalam Pasal 2 dan 3 UU IKN,” kritiknya.
Jika birokrasi dipermudah untuk investor oleh peraturan perundang-undangan terkait IKN, bukannya tidak mungkin juga hal yang sama dilakukan untuk pengakuan masyarakat adat. Karena itu, Christina meminta pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang afirmatif untuk pengakuan masyarakat adat di tengah intensnya pembangunan IKN. (Rick Pakpahan)